Selamat datang di situs resmi LPM Edents FEB Undip

Kenaikan Harga BBM: “Kebijakan Atas Dasar Kebohongan”

Thursday, January 3, 20131comments

Sumber: Internet
Miris ketika melihat kondisi masyarakat miskin Indonesia kini. Pemerintah yang seharusnya pro akan nasib mereka, malah kian tidak peduli. “Kebijakan” demi “kebijakan” semakin menambah beban banyak rakyat. Rakyat miskin tambah melarat, seakan mereka tidak boleh beristirahat sebentar saja dari beban kehidupan yang terus menghimpit.

Ditengah shock ekonomi yang dihadapi rakyat, pemerintah malah sepakat untuk menaikkan harga BBM bersubsidi dengan opsi kenaikan sebesar Rp 1.000,00-Rp 1.500,00 per liter mulai 1 April mendatang. Alasan utama pemerintah yaitu meroketnya harga minyak dunia yang mencapai USD 115 per barel di atas asumsi perhitungan APBN 2012 sebesar USD 90 per barel. Dengan melesetnya asumsi pemerintah tersebut, dana APBN akan “jebol” yang semula sebesar Rp 123,5 triliun menjadi Rp 178,6 triliun atau selisih hingga Rp 55,1 triliun. Namun, alasan tersebut mampu dipatahkan oleh perhitungan beberapa ahli ekonomi di indonesia seperti Kwik Kian Gie, Anggito Abimanyu dan Antonie Budiawan.

Berdasarkan perhitungan Anggito Abimanyu terdapat kelebihan uang APBN dari Dana Bagi Hasil sebesar Rp 45,3 triliun dan Net Migas sebesar Rp 51,5 Triliun yang totalnya Rp 96,8 Triliun (TV One, 20 Maret 2012). Angka tersebut tentunya mampu menjawab kebohongan dari pernyataan pemerintah yang menyatakan bahwa “jebolnya”  APBN 2012 disebabkan oleh alokasi subsidi BBM yang bertambah. Pemerintah seakan lupa kalau negara kita juga penghasil minyak. Jadi apabila harga minyak dunia naik, pasti akan berbanding lurus dengan pemasukan pemerintah atas minyak tersebut. Tidak adil kalau pemerintah hanya menggemborkan pengeluaran tanpa transparansi mengenai pemasukan pemerintah.

Pengamat ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Ahmad Ma’ruf mengatakan, jika kenaikan harga BBM tetap direalisasikan, maka akan menambah beban masyarakat miskin hingga 50 persen. “Hal itu terjadi karena adanya korelasi kenaikan harga BBM dengan harga kebutuhan mayoritas struktur pengeluaran masyarakat miskin, yakni konsumsi kebutuhan pokok dan transportasi. Alokasi dari kedua  kebutuhan tersebut mencapai 70 persen bagi masyarakat miskin. Sehingga, tidak mungkin kenaikan BBM hanya menambah beban masyarakat miskin sebesar 8 persen”. Ungkapnya kepada Antara News, 14 Maret 2012.

Tentu saja kenaikan harga BBM tidak hanya dirasakan langsung oleh rakyat miskin semata. Implikasinya pasti akan dirasakan oleh semua elemen penggerak perekonomian. Kita ketahui bersama bahwa kenaikan harga BBM berdampak akan meningkatkan biaya dan harga dari berbagai jenis barang dan jasa, peristiwa ini dikenal dengan (adverse supply shock)yaitu guncangan penawaran yang memperburuk. Perhatikan gambar adverse supply shock curve berikut.

Gambar: Adverse Supply Shock Curve
Dari gambar tersebut diketahui bahwa kenaikan biaya produksi yang dikarenakan kenaikan BBM menyebabkan kurva SRAS (Short Run Agregate Supply) atau penawaran agregat jangka pendek bergeser ke atas dari SRAS1 ke SRAS2, kemudian diikuti dengan kenaikan harga dari P1 ke P2, selanjutnya hal tersebut mengakibatkan  perekonomian bergerak dari titik A ke titik B. kondisi ini dinamakan stagflasi--dimana kondisi tersebut merupakan kombinasi dari kenaikan harga (inflasi) dan penurun output (stagnasi).        

Ketika perusahaan sudah tidak mampu menanggung beban biaya produksi yang kian tinggi, pihak perusahaan dipastikan akan melakukan langkah-langkah efisiensi. Kemungkinan terburuknya adalah pemberhentian karyawan. Ketika perekonomian di Indonesia mengalami penurunan dalam jumlah output dan peningkatan dalam jumlah pengangguran, maka Indonesia akan kembali merasakan masa resesi. Semoga negara kita terhindar dari terulangnya masa kelam perekonomian pada tahun 1998. Ketika itu dampak keterpurukan ekonomi di Indonesia sangat berpengaruh besar pada gejolak politik dan sosial.

Apabila pemerintah tetap “ngotot” menaikkan harga BBM berarti pemerintah telah gagal dalam hal menjalankan amanat konstitusional. Bukankah Minyak termasuk dalam pasal 33 UUD 1945, yang harus dikelola negara yang dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pemerintah harus lebih mengutamakan kepentingan rakyat dalam hal penentuan kebijakan, bukan seenaknya menetapkan harga BBM di Indonesia sesuai harga pasar minyak dunia  yang berlaku.        

Kekurangan BBM di Indonesia ialah karena kebobrokan pemerintah dalam mengatur UU tentang  Migas. Bukti konkretnya yaitu dengan diterapkan UU 22/2001 tentang Migas yang sangat liberal. Sehingga bangsa asing diuntungkan dengan melakukan eksplorasi dan eksploitasi yakni hampir 90 persen sedangkan negara hanya mendapat bagian yang sedikit.

Bung Karno sejak dulu telah mengingatkan para menterinya dengan kalimatnya yang tegas, “Kamu tahu? Sejak 1932 aku berpidato di depan Landraad (gedung peradilan Belanda) soal modal asing ini. Soal bagaimana perkebunan-perkebunan itu dikuasai oleh mereka. Jadi, Indonesia ini tidak hanya berhadapan dengan kolonialisme, tapi berhadapan dengan modal asing yang meemperbudak bangsa Indonesia. Aku ingin modal asing ini dihentikan, dihancurleburkan dengan kekuatan rakyat, kekuatan bangsa sendiri. Bangsaku harus maju, harus berdaulat di semua bidang, apalagi minyak kita punya. Coba kau susun sebuah regulasi agar bangsa ini merdeka dalam pengelolaan minyak”. Itulah ucapan Bung Karno kepada Menkeu Djuanda, 1960, soal Kedaulatan Energi.

Pemerintah sekarang harus bercermin pada sikap Ir. Soekarno. Dengarkan jeritan rakyat, jangan dengarkan “pesanan-pesanan” bangsa asing yang hanya ingin mengeruk keuntungan di Bumi Pertiwi ini. Tidakkah kita semua tahu bahwa mereka sedang menyusun strategi yang busuk? salah satunya dengan pemberian BLT (Bantuan Langsung Tunai) yang sekarang berubah nama menjadi BLSM (Bantuan Langsung Sementara Masyarakat). Jika kompensasi semacam itu kembali direalisasikan, hanya akan membantu rakyat kecil dalam jangka waktu yang pendek dan tentunya melemahkan karakter bangsa ini. Belum lagi peluang praktik penyelewengan dana BLT tersebut sangat besar terjadi. Alhasil, Indonesia adalah sebuah negara yang diisi oleh “pemerintah yang bermental koruptor” dan “rakyatnya yang bermental pengemis”. Apa jadinya kalau karakter bangsa ini hancur, maukah bangsa dan negara ini kembali dijajah oleh mereka “bangsa asing”?

M. Fahmi Priyatna
Mahasiswa IESP angkatan 2011
Share this article :

+ comments + 1 comments

June 22, 2013 at 12:18 AM

Pait bro bbm naik rakyat jg yang bakal kelimpungan ane mah cma bisa angkat tangan dan acungkan jari tengah tanda salud atas keputusan ini

Post a Comment

 
Copyright © 2013. I Shunha-modif.web I LPM EDENTS - All Rights Reserved