Sumber: Internet |
Ditengah shock ekonomi yang dihadapi
rakyat, pemerintah malah sepakat untuk menaikkan harga BBM bersubsidi dengan
opsi kenaikan sebesar Rp 1.000,00-Rp 1.500,00 per liter mulai 1 April mendatang. Alasan utama
pemerintah yaitu meroketnya harga minyak dunia yang mencapai USD 115 per
barel di atas asumsi perhitungan APBN 2012 sebesar USD 90 per barel.
Dengan melesetnya asumsi pemerintah tersebut, dana APBN akan “jebol” yang semula sebesar Rp 123,5 triliun
menjadi Rp 178,6 triliun atau selisih hingga Rp 55,1 triliun. Namun,
alasan tersebut mampu dipatahkan oleh perhitungan beberapa ahli ekonomi di
indonesia seperti Kwik Kian Gie, Anggito Abimanyu dan Antonie Budiawan.
Berdasarkan perhitungan Anggito Abimanyu terdapat kelebihan uang APBN dari
Dana Bagi Hasil sebesar Rp 45,3 triliun dan Net Migas sebesar Rp 51,5
Triliun yang totalnya Rp 96,8 Triliun (TV One, 20 Maret 2012).
Angka tersebut tentunya mampu menjawab kebohongan dari pernyataan pemerintah
yang menyatakan bahwa “jebolnya” APBN 2012 disebabkan oleh alokasi
subsidi BBM yang bertambah. Pemerintah seakan lupa kalau negara kita juga
penghasil minyak. Jadi apabila harga minyak dunia naik, pasti akan berbanding
lurus dengan pemasukan pemerintah atas minyak tersebut. Tidak adil kalau
pemerintah hanya menggemborkan pengeluaran tanpa transparansi mengenai
pemasukan pemerintah.
Pengamat ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Ahmad Ma’ruf
mengatakan, jika kenaikan harga BBM tetap direalisasikan, maka akan menambah
beban masyarakat miskin hingga 50 persen. “Hal itu terjadi karena adanya
korelasi kenaikan harga BBM dengan harga kebutuhan mayoritas struktur
pengeluaran masyarakat miskin, yakni konsumsi kebutuhan pokok dan transportasi.
Alokasi dari kedua kebutuhan tersebut mencapai 70 persen bagi
masyarakat miskin. Sehingga, tidak mungkin kenaikan BBM hanya menambah beban
masyarakat miskin sebesar 8 persen”. Ungkapnya kepada Antara News, 14 Maret 2012.
Tentu saja kenaikan harga BBM tidak hanya dirasakan langsung oleh rakyat
miskin semata. Implikasinya pasti akan dirasakan oleh semua elemen penggerak
perekonomian. Kita ketahui bersama bahwa kenaikan harga BBM berdampak akan
meningkatkan biaya dan harga dari berbagai jenis barang dan jasa, peristiwa ini
dikenal dengan (adverse supply shock)yaitu guncangan penawaran yang
memperburuk. Perhatikan gambar adverse supply shock curve berikut.
Gambar: Adverse Supply Shock Curve |
Ketika perusahaan sudah
tidak mampu menanggung beban biaya produksi yang kian tinggi, pihak
perusahaan dipastikan akan melakukan langkah-langkah efisiensi.
Kemungkinan terburuknya adalah pemberhentian karyawan. Ketika perekonomian di
Indonesia mengalami penurunan dalam jumlah output dan peningkatan dalam jumlah
pengangguran, maka Indonesia akan kembali merasakan masa resesi.
Semoga negara kita terhindar dari terulangnya masa kelam perekonomian pada
tahun 1998. Ketika itu dampak keterpurukan ekonomi di Indonesia sangat
berpengaruh besar pada gejolak politik dan sosial.
Apabila pemerintah tetap “ngotot”
menaikkan harga BBM berarti pemerintah telah gagal dalam hal menjalankan amanat
konstitusional. Bukankah Minyak termasuk dalam pasal 33 UUD 1945, yang harus dikelola
negara yang dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pemerintah harus lebih mengutamakan kepentingan rakyat dalam hal penentuan kebijakan,
bukan seenaknya menetapkan harga BBM di Indonesia sesuai
harga pasar minyak dunia yang
berlaku.
Kekurangan BBM di Indonesia ialah karena kebobrokan pemerintah dalam
mengatur UU tentang Migas. Bukti konkretnya yaitu dengan diterapkan UU 22/2001 tentang Migas yang sangat liberal.
Sehingga bangsa asing diuntungkan dengan melakukan eksplorasi dan eksploitasi
yakni hampir 90 persen sedangkan negara hanya mendapat bagian yang sedikit.
Bung Karno sejak dulu telah mengingatkan para menterinya dengan kalimatnya
yang tegas, “Kamu tahu? Sejak 1932 aku berpidato di depan Landraad (gedung peradilan Belanda) soal modal asing
ini. Soal bagaimana perkebunan-perkebunan itu dikuasai oleh mereka. Jadi, Indonesia ini tidak hanya berhadapan dengan
kolonialisme, tapi berhadapan dengan modal asing yang meemperbudak bangsa
Indonesia. Aku ingin modal asing ini dihentikan, dihancurleburkan dengan
kekuatan rakyat, kekuatan bangsa sendiri. Bangsaku harus maju, harus berdaulat
di semua bidang, apalagi minyak kita punya. Coba kau susun sebuah regulasi agar
bangsa ini merdeka dalam pengelolaan minyak”. Itulah ucapan Bung Karno kepada
Menkeu Djuanda, 1960, soal Kedaulatan Energi.
Pemerintah sekarang harus bercermin pada sikap Ir. Soekarno. Dengarkan
jeritan rakyat, jangan dengarkan “pesanan-pesanan” bangsa asing yang hanya
ingin mengeruk keuntungan di Bumi Pertiwi ini. Tidakkah kita semua tahu bahwa
mereka sedang menyusun strategi yang busuk? salah satunya dengan pemberian BLT
(Bantuan Langsung Tunai) yang sekarang berubah nama menjadi BLSM (Bantuan
Langsung Sementara Masyarakat). Jika kompensasi semacam
itu kembali direalisasikan, hanya akan membantu rakyat kecil dalam jangka
waktu yang pendek dan tentunya melemahkan karakter bangsa ini. Belum lagi
peluang praktik penyelewengan dana BLT tersebut sangat besar terjadi. Alhasil,
Indonesia adalah sebuah negara yang diisi oleh “pemerintah yang bermental
koruptor” dan “rakyatnya yang bermental pengemis”. Apa jadinya kalau karakter
bangsa ini hancur, maukah bangsa dan negara ini kembali dijajah oleh mereka
“bangsa asing”?
M. Fahmi Priyatna
Mahasiswa IESP angkatan 2011
+ comments + 1 comments
Pait bro bbm naik rakyat jg yang bakal kelimpungan ane mah cma bisa angkat tangan dan acungkan jari tengah tanda salud atas keputusan ini
Post a Comment