Berlangsungnya E-Day |
Pada majalah edisi 18, Edents
mengangkat tema Napak Tilas Pembangunan Kota Semarang. Para penulisnya pun mencoba
mengusik masa lalu Kota Semarang dan mempertanyakan nasibnya di masa depan. Di
moderatori oleh Surya Rahardja, talkshow tersebut menghadirkan Dewi Yuliati
(dosen Ilmu Sejarah FIB Undip), Muhammad Yogi Fajri (komunitas Lopen Semarang),
dan Hayatun Nufus (pemimpin redaksi Edents) sebagai pembicara.
Hayatun Nufus menjelaskan latar
belakang penulisan majalah yang mengangkat sejarah Semarang. Ia pun menjelaskan
isi pada tiap laporan utama (laput) dalam majalah tersebut. Pada laput pertama
yang berjudul “Kenang Masa Lalumu, Tanya Masa Depanmu, Semarang” dijelaskan
bahwa dulunya, kota Semarang hanyalah seluas kota lama kini, sekitar 0,3125 km2.
Pembangunannya pun sudah dimulai sejak era kolonial Belanda yang hingga saat
ini masih menyisakan beberapa kisah menarik, diantaranya adalah revitalisasi
pelabuhan laut Tanjung Emas. Sedangkan pada laput dua, “Semarang, antara
Tenggelam dan Metropolitan” dijelaskan mengenai kondisi kekinian pembangunan
kota Semarang.
Tak jauh berbeda dengan Hayatun,
Dewi Yuliati juga menjelaskan sejarah panjang ibu kota Jawa Tengah ini. Mulai
dari sistem drainase yang sudah dirancang sedemikian rupa hingga pasar johar
sebagai prototipe mall. Begitu pula dengan Yogi Fajri yang menceritakan sejarah
beberapa bangunan cagar budaya di kawasan kota lama.
Menurut Dewi juga Yogi, penetapan
sebuah kawasan di Semarang terutama infrastrukturnya, belum memuat unsur
historis. Hal ini bertentangan dengan pernyataan Purnomo, Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah saat diwawancara Edents, ia mengatakan bahwa dalam
menetapkan suatu kawasan, Bappeda mengacu pada 3 hal, yaitu daya dukung, daya
tampung, dan historical.
Reporter: Nurul
Reporter: Nurul
Post a Comment