FEB
Undip (09/02) - Rapat kerja lembaga kemahasiswaan Fakultas
Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro (raker LK FEB Undip) hari kedua
dilaksanakan pada hari Sabtu, 9 Februari 2013 bertempat di ruang serbaguna gedung
Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) lantai 2 FEB Undip. Acara dimulai pukul 08:30
wib dengan agenda melanjutkan pembahasan tata tertib (tatib) sidang dan masih
dipimpin oleh Dwijaya Samudra.
Pada raker hari kedua,
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) mengajukan banding atas jumlah delegasinya yang
telah disepakati pada raker hari sebelumnya. Awalnya, delegasi BEM berjumlah 5
orang, namun BEM mengajukan banding menjadi 9 orang, dimana setiap divisi
diwakili 2 orang ditambah 1 orang ketua. Namun hal ini tidak disepakati oleh
peserta sidang lainnya, sehingga Hafizh Farisy, ketua BEM memutuskan untuk walk out dengan alasan raker telah
mementingkan kepentingan masing-masing, bukan kepentingan bersama.
Tak hanya Hafizh, Akbar
dari Kelompok Studi Penelitian Kondisi Aktual Mahasiswa (KSPKM) dan Cakra dari
Senat Mahasiswa Fakultas (SMF) juga walk
out karena tidak setuju apabila penentuan tatib dilakukan dengan sistem
voting.
Pembahasan
Tatib Sidang
Agenda raker pada hari kedua adalah membahas tatib yang telah disiapkan panitia dengan tidak mengesampingkan hasil sidang pada hari pertama. Ada beberapa tatib yang dibahas, diantaranya adalah penggunaan handphone (hp) sewaktu sidang. Setelah melalui 2 kali proses lobbying dan voting, didapat kesimpulan bahwa selama sidang pembahasan PPO dan GBHK berlangsung, peserta wajib mengumpulkan hp di meja paling depan dan boleh diambil pada waktu istirahat.
Agenda raker pada hari kedua adalah membahas tatib yang telah disiapkan panitia dengan tidak mengesampingkan hasil sidang pada hari pertama. Ada beberapa tatib yang dibahas, diantaranya adalah penggunaan handphone (hp) sewaktu sidang. Setelah melalui 2 kali proses lobbying dan voting, didapat kesimpulan bahwa selama sidang pembahasan PPO dan GBHK berlangsung, peserta wajib mengumpulkan hp di meja paling depan dan boleh diambil pada waktu istirahat.
dok. Edents |
Tak hanya itu, dalam
pasal 10 dilakukan penambahan redaksional bahwa peninjauan kembali (PK) hanya
berlaku untuk pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat dan lobbying I dan II, dan tidak berlaku
untuk pengambilan keputusan berdasarkan voting blok.
Setelah sebelumnya
pembahasan pasal 5 beralih ke pasal 10 dan telah disepakati, pembahasan kembali
ke pasal 6 mengenai pimpinan sidang dan disepakati pula. Pada pasal 7 ayat (4)
mengenai hak dan kewajiban pimpinan sidang dilakukan perubahan, dimana pimpinan
sidang mempunyai hak suara ketika pasal 10 ayat (6) -jika voting sudah
dilakukan dua kali dengan menghasilkan suara sama maka keputusan akan diambil
oleh pimpinan sidang.- terjadi dan memiliki hak bicara dalam rangka menengahi
jalannya sidang. Pasal 8, 9, dan 11 pun telah disepakati.
Pembahasan
Gari
Setelah tatib sidang disepakati, sidang dilanjutkan dengan pembahasan Pedoman Pokok Organisasi (PPO). Pada pasal 3 poin (d) mengenai landasan operasional terjadi perubahan dari Keputusan BKM No 06/SK/BKM FE/ 1999 tentang Konsep Lembaga Kemahasiswaan FEB Undip menjadi Keputusan Rektor Undip No III/SK/J.07/2004 tentang Organisasi Kemahasiswaan Undip.
Setelah tatib sidang disepakati, sidang dilanjutkan dengan pembahasan Pedoman Pokok Organisasi (PPO). Pada pasal 3 poin (d) mengenai landasan operasional terjadi perubahan dari Keputusan BKM No 06/SK/BKM FE/ 1999 tentang Konsep Lembaga Kemahasiswaan FEB Undip menjadi Keputusan Rektor Undip No III/SK/J.07/2004 tentang Organisasi Kemahasiswaan Undip.
Awalnya peserta sidang
sepakat untuk membahas pasal demi pasal terlebih dahulu. Namun kemudian,
setelah terjadi kesepakatan pada isi bab III mengenai pengertian dan bentuk
organisasi kemahasiswaan, Denny dari FEPALA (Fakultas Ekonomi Pecinta Alam)
mengajukan peninjauan kembali (PK) agar pembahasan PPO dimulai dari bagan
organisasi kemahasiswaan. Hal ini tidak dicapai kata mufakat hingga akhirnya
dilakukan lobbying dan menghasilkan
keputusan untuk membahas bagan terlebih dahulu.
Pembahasan bagan
organisasi kemahasiswaan berjalan sangat alot, terlebih dalam penyamaan
persepsi antar peserta sidang mengenai garis pertanggungjawaban, garis komando,
garis koordinasi, dan juga penggunaan garis kemitraan.
Menurut SMF, garis
pertanggungjawaban adalah garis yang berlaku untuk mempertanggungjawabkan
seluruh aktivitas dan kegiatan secara organisasi. Garis komando adalah garis
yang berlaku untuk memberikan perintah kepada anak panah yang dituju. Sedangkan
garis koordinasi adalah garis yang berlaku untuk melakukan koordinasi.
Hal ini terus menuai
perdebatan karena ada perbedaan penggunaan garis antara bagan organisasi
kemahasiswaan dari rektorat, dekanat, maupun usulan SMF. Akhirnya pimpinan
sidang menyetujui usul Hendy dari LPM Edents untuk membuka Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) online. Ditengah adu argumen antar peserta sidang,
Akbar dari KSPKM memutuskan untuk walk
out karena berbeda pendapat dengan Hendy dari LPM Edents mengenai makna
koordinasi pun kemitraan.
Sampai pada pukul 20:45
wib sidang masih berjalan alot hingga pimpinan sidang menawarkan 3 opsi untuk
dilakukan lobbying I. Opsi pertama,
garis koordinasi atau kemitraan. Opsi kedua, garis koordinasi. Sedangkan opsi
ketiga, garis koordinasi dan kemitraan dipisah berdasarkan SK rektor.
Namun opsi pertama
ditolak oleh peserta sidang, hingga menyisakan 2 opsi untuk dilakukan lobbying I tetapi tidak menemukan
kesepakatan. Ketidaksepakatan berlanjut sampai dengan lobbying II selesai dilaksanakan. Akhirnya dilakukan voting dengan
hasil, 2 ormawa, yaitu SMF dan Kelompok Mahasiswa Wirausaha (KMW) memilih opsi
2. Sedangkan ormawa lainnya memilih opsi 3, kecuali KSPKM yang dianggap abstain
karena delegasinya walk out.
Dengan demikian
disepakati untuk menggunakan garis koordinasi dan kemitraan yang dipisah
berdasarkan SK rektor dalam bagan organisasi kemahasiswaan. Dengan
disepakatinya hasil voting tersebut, Dwijaya Samudra menutup raker hari kedua
yaitu pada pukul 21:00 wib. (hya)
Reporter: Nurul, Kharisma
Reporter: Nurul, Kharisma
Post a Comment