Selamat datang di situs resmi LPM Edents FEB Undip

Raker Hari Kedua: dari Hp hingga Garis, PPO-GBHK Belum Temui Titik Terang

Sunday, February 10, 20130 comments

FEB Undip (09/02) - Rapat kerja lembaga kemahasiswaan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro (raker LK FEB Undip) hari kedua dilaksanakan pada hari Sabtu, 9 Februari 2013 bertempat di ruang serbaguna gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) lantai 2 FEB Undip. Acara dimulai pukul 08:30 wib dengan agenda melanjutkan pembahasan tata tertib (tatib) sidang dan masih dipimpin oleh Dwijaya Samudra.
Pada raker hari kedua, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) mengajukan banding atas jumlah delegasinya yang telah disepakati pada raker hari sebelumnya. Awalnya, delegasi BEM berjumlah 5 orang, namun BEM mengajukan banding menjadi 9 orang, dimana setiap divisi diwakili 2 orang ditambah 1 orang ketua. Namun hal ini tidak disepakati oleh peserta sidang lainnya, sehingga Hafizh Farisy, ketua BEM memutuskan untuk walk out dengan alasan raker telah mementingkan kepentingan masing-masing, bukan kepentingan bersama.
Tak hanya Hafizh, Akbar dari Kelompok Studi Penelitian Kondisi Aktual Mahasiswa (KSPKM) dan Cakra dari Senat Mahasiswa Fakultas (SMF) juga walk out karena tidak setuju apabila penentuan tatib dilakukan dengan sistem voting.
Pembahasan Tatib Sidang
Agenda raker pada hari kedua adalah membahas tatib yang telah disiapkan panitia dengan tidak mengesampingkan hasil sidang pada hari pertama. Ada beberapa tatib yang dibahas, diantaranya adalah penggunaan handphone (hp) sewaktu sidang. Setelah melalui 2 kali proses lobbying dan voting, didapat kesimpulan bahwa selama sidang pembahasan PPO dan GBHK berlangsung, peserta wajib mengumpulkan hp di meja paling depan dan boleh diambil pada waktu istirahat.
dok. Edents
Pembahasan tatib selanjutnya yaitu pasal 10 mengenai pengambilan keputusan. Peserta raker sepakat bahwa dalam mengambil suatu keputusan diusahakan dengan musyawarah mufakat. Apabila tidak dicapai kata mufakat, maka dilakukan lobbying I selama 1x5menit. Jika tidak terjadi kesepakatan dalam lobbying I, maka dilakukan lobbying II sekama 1x5menit.
Tak hanya itu, dalam pasal 10 dilakukan penambahan redaksional bahwa peninjauan kembali (PK) hanya berlaku untuk pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat dan lobbying I dan II, dan tidak berlaku untuk pengambilan keputusan berdasarkan voting blok.
Setelah sebelumnya pembahasan pasal 5 beralih ke pasal 10 dan telah disepakati, pembahasan kembali ke pasal 6 mengenai pimpinan sidang dan disepakati pula. Pada pasal 7 ayat (4) mengenai hak dan kewajiban pimpinan sidang dilakukan perubahan, dimana pimpinan sidang mempunyai hak suara ketika pasal 10 ayat (6) -jika voting sudah dilakukan dua kali dengan menghasilkan suara sama maka keputusan akan diambil oleh pimpinan sidang.- terjadi dan memiliki hak bicara dalam rangka menengahi jalannya sidang. Pasal 8, 9, dan 11 pun telah disepakati.
Pembahasan Gari
Setelah tatib sidang disepakati, sidang dilanjutkan dengan pembahasan Pedoman Pokok Organisasi (PPO). Pada pasal 3 poin (d) mengenai landasan operasional terjadi perubahan dari Keputusan BKM No 06/SK/BKM FE/ 1999 tentang Konsep Lembaga Kemahasiswaan FEB Undip menjadi Keputusan Rektor Undip No III/SK/J.07/2004 tentang Organisasi Kemahasiswaan Undip.
Awalnya peserta sidang sepakat untuk membahas pasal demi pasal terlebih dahulu. Namun kemudian, setelah terjadi kesepakatan pada isi bab III mengenai pengertian dan bentuk organisasi kemahasiswaan, Denny dari FEPALA (Fakultas Ekonomi Pecinta Alam) mengajukan peninjauan kembali (PK) agar pembahasan PPO dimulai dari bagan organisasi kemahasiswaan. Hal ini tidak dicapai kata mufakat hingga akhirnya dilakukan lobbying dan menghasilkan keputusan untuk membahas bagan terlebih dahulu.
Pembahasan bagan organisasi kemahasiswaan berjalan sangat alot, terlebih dalam penyamaan persepsi antar peserta sidang mengenai garis pertanggungjawaban, garis komando, garis koordinasi, dan juga penggunaan garis kemitraan.
Menurut SMF, garis pertanggungjawaban adalah garis yang berlaku untuk mempertanggungjawabkan seluruh aktivitas dan kegiatan secara organisasi. Garis komando adalah garis yang berlaku untuk memberikan perintah kepada anak panah yang dituju. Sedangkan garis koordinasi adalah garis yang berlaku untuk melakukan koordinasi.
Hal ini terus menuai perdebatan karena ada perbedaan penggunaan garis antara bagan organisasi kemahasiswaan dari rektorat, dekanat, maupun usulan SMF. Akhirnya pimpinan sidang menyetujui usul Hendy dari LPM Edents untuk membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online.  Ditengah adu argumen antar peserta sidang, Akbar dari KSPKM memutuskan untuk walk out karena berbeda pendapat dengan Hendy dari LPM Edents mengenai makna koordinasi pun kemitraan.
Sampai pada pukul 20:45 wib sidang masih berjalan alot hingga pimpinan sidang menawarkan 3 opsi untuk dilakukan lobbying I. Opsi pertama, garis koordinasi atau kemitraan. Opsi kedua, garis koordinasi. Sedangkan opsi ketiga, garis koordinasi dan kemitraan dipisah berdasarkan SK rektor.
Namun opsi pertama ditolak oleh peserta sidang, hingga menyisakan 2 opsi untuk dilakukan lobbying I tetapi tidak menemukan kesepakatan. Ketidaksepakatan berlanjut sampai dengan lobbying II selesai dilaksanakan. Akhirnya dilakukan voting dengan hasil, 2 ormawa, yaitu SMF dan Kelompok Mahasiswa Wirausaha (KMW) memilih opsi 2. Sedangkan ormawa lainnya memilih opsi 3, kecuali KSPKM yang dianggap abstain karena delegasinya walk out.
Dengan demikian disepakati untuk menggunakan garis koordinasi dan kemitraan yang dipisah berdasarkan SK rektor dalam bagan organisasi kemahasiswaan. Dengan disepakatinya hasil voting tersebut, Dwijaya Samudra menutup raker hari kedua yaitu pada pukul 21:00 wib. (hya)

Reporter: Nurul, Kharisma

Share this article :

Post a Comment

 
Copyright © 2013. I Shunha-modif.web I LPM EDENTS - All Rights Reserved