Sumber: kontinum.org |
Tak terasa 68 tahun sudah Indonesia merdeka. Dalam usia yang
tak lagi muda, benarkah kemerdekaan telah dirasakan oleh seluruh masyarakat di
berbagai penjuru tanah air? Rasanya menjadi manusia merdeka belum dapat dirasakan
setiap jiwa Indonesia.
Merdeka. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan
merdeka sebagai (1) bebas –dari perhambaan, penjajahan- (2) tidak terkena atau
lepas dari tuntutan (3) tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak
tertentu; leluasa.
Bebas. Indonesia telah memerdekaan diri lewat tangan putra
putrinya di tahun 1945. Kala itu kaum muda bergerak mengusir kolonialisme dan
imprelialisme di bumi Indonesia. Perjuangan itulah yang pada akhirnya menjadi
kunci untuk mengantarkan Indonesia ke pintu gerbang kemerdekaan.
Seiring dengan merdekanya bangsa Indonesia, republik ini pun
terlepas dari berbagai tuntutan yang dulunya diajukan oleh para penjajah.
Seperti sistem tanam paksa atau “cultur
stelsel” dari politik kolonial Belanda. Kita pun tak lagi harus menyisihkan
sebagian tanah untuk ditanami komoditi ekspor khususnya kopi, tebu, dan
tumbuhan indigo (nila). Namun setelah
kemerdekaan itu, tuntutan demi tuntutan justru datang dari masyarakat
Indonesia. Mulai dari tuntutan Timor Timur yang kini menjadi Timor Leste lepas
dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) hingga tuntutan bantuan langsung
tunai (BLT) dan beras (raskin) untuk rakyat miskin. Polemik semacam itulah yang
kemudian menjadi tinta sejarah perjalanan Indonesia dalam mengisi
kemerdekaannya.
Hubungan bilateral antara Indonesia dengan negara lain atau
yang disebut dengan government to
government (G to G) maupun
hubungan multirateral juga mewarnai 68 tahun republik ini. Sayangnya hubungan
harmonis Indonesia dengan beberapa negara di dunia menjadikan kita (selalu)
bergantung kepada pihak lain. Tapi bukankah kita memang saling membutuhkan? Indonesia
memang negeri dengan kekayaan alam yang melimpah. Pun negeri dengan lebih dari
240 juta jiwa penduduk yang bermukim didalamnya. Namun Indonesia belum menjadi
negeri dengan penguasaan teknologi yang mumpuni. Untuk itu kita membutuhkan
bangsa lain.
Indonesia membutuhkan bangsa lain yang mau menampung
warganya untuk sekedar berlibur hingga menjadi ladang pekerjaan yang mampu
menghasilkan pundi uang. Indonesia butuh pangung dunia untuk memperkenalkan
budaya warisan leluhurnya. Dan Indonesia juga perlu pasar negara lain untuk menjajakan
produk-produknya. Begitu pula sebaliknya, negara-negara di bumi Eropa, Amerika,
Asia, Australia, dan Afrika membutuhkan Indonesia untuk melebarkan sayap
perusahan-perusahaan di negaranya. Dengan hubungan harmonis antar bangsa itulah
kita dapat menemukan esensi menjadi manusia merdeka, karena pada dasarnya
setiap manusia ingin bebas, merdeka.
Manusia merdeka ialah mereka yang memilih kemudian
memutuskan akan menjadi apa dan bagaimana dirinya. Jika hal ini dikombinasikan
dalam konteks keindonesiaan, maka Indonesia merdeka ialah sebuah keputusan maha penting. Keputusan
inilah yang kemudian menentukan tujuan dari kemerdekaan. Ketika tujuan
bernegara dan berbangsa telah tersusun dalam bingkai proklamasi dan tercermin
dalam pancasila dan undang-undang dasar, maka tugas generasi penerusnya untuk
mewujudkan cita-cita republik yang dititipkan dua proklamator kita,
Soekarno-Hatta.
Saya yakin, generasi saya yang kelak akan menahkodai negara
ini adalah generasi perubahan. Hari ini, 17 Agustus 2013, Indonesia telah
berkembang jauh lebih baik daripada era 40an. Kekayaan alam, kearifan budaya, dan kerukunan dalam
kompleksnya kultur masyarakat mampu menjadikannya pembeda dari bangsa manapun,
karena keberagaman hanya milik Indonesia.
Saya percaya, generasi usia 20-an kini akan bersama
membangun Indonesia dan menyalakan lilin perubahan di republik ini hingga setiap
jiwa benar-benar merdeka. Merdeka dari intoleransi yang belakangan mulai
terkikis. Merdeka dari invasi budaya luar yang marak terjadi. Merdeka dari segala
pembatas yang membayangi penduduk di pulau terluar. Merdeka dari belenggu korupsi.
Dan merdeka secara hak hingga menjadi manusia merdeka.
Maka mulai saat ini, jadilah pemimpin dititik yang kau pilih
seperti seruan Ayu Utami. Dan mari kita bermimpi, berimajinasi, dan bekerja
keras menjadi pemimpin yang bermanfaat dan merdeka bagi negeri Indonesia yang
indah ini seperti ajakan Trisna Sanjana.
Dirgahayu bangsaku, Dirgahayu Indonesiaku!
Nurul Qolbi
Redaktur Pelaksana Online 2013
Post a Comment